PEMILU LEGISLATIF 2009 PESTA KOMEDI INTELEKSTER

Pestanya kaum yang mengaku dan ingin diakui sebagai kaum intelek.

Banyak kejanggalan lucu dan ”saru” yang dapat dijumpai pada Pemilu Leg 1 April 2009. Memang sih, saya tidak memaksakan diri untuk menggunakan hak pilih saya, tapi selalu saja setiap kejadian yang terjadi di sekitar tidak mungkin lepas dari hasrat ingin mengomentari lewat tulisan.

Perasaan saya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres di balik Pemilu Leg I April 2009, entah itu karena kesengajaan atau karena kesengajaan (lagi). Dari beragamnya kasus-kasus aneh, lucu, bodoh, konyol mengenai DPT, persiapan logistik yang nol besar, kesiapan distribusi yang banyak anomalinya.

KPU sudah koar-koar melakukan sosialisasi cara memberikan hak pilihnya kepada masyarakat, mereka hanya melihat ke depan, melihat kepada orang lain, tanpa melihat kepada dirinya sendiri, tanpa bercermin, tanpa introspeksi apakah pekerjaan mereka yang lain yang lebih penting dari sekedar sosialisasi prosedur mencontreng kepada massa sudah beres atau belum. Ini agenda beberapa tahun yang lalu, kok masih saja dalam jangka waktu persiapan yang selama itu, masih saja suka melakukan pekerjaan yang ditunda-tunda, atau dikerjakan mepet waktu dengan keyakinan diri yang besar merasa paling pintar, canggih, cerdas, tepat waktu. Emang nggak penting apa menurut kalian ? ( Kalau menurut saya sih emang nggak penting, mendingan dana anggaran pemilu, sarana dan prasarana pemilu dibuat baku, recycle agar bisa menekan pengeluaran uang rakyat, atau kalau perlu sarana yang dibuat dikondisikan sehingga menjadi seperti benda pusaka yang turun temurun dijaga oleh masyarakat karena pentingnya nilai yang dimiliki ).

Mepet kalau penuh pertimbangan, direncanakan, sesuai jadual dengan teori Just In Time sih bagus, tapi kalau mepet karena kebiasaan yang biasanya jadi telat, merusak acara inti, itu sih sudah biasaaaa.

Sesuatu yang tidak beres tersebut di atas sepertinya adalah cara yang dilakukan oleh sekelompok orang yang merasa memiliki hak atas warisan kekuasaan dari nenek moyangnya untuk menjaga eksistensi mereka menguasai negara Indonesia beserta seluruh isinya tetap erat di genggaman tangannya, digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran sendiri.

Peraturan sengaja dibuat agar setiap rencana kecurangan yang telah mereka lakukan yang berefek menggelembungnya dukungan fiktif untuk kepentingan mereka tetap memaksa diakuinya keputusan yang walaupun jelas salah dan aneh. Siapa yang membuat aturan ? Wakil anda sekalian wahai rakyat jelata bangsa Indonesia ! Wakil rakyat yang dulu anda sekalian pilih !  Jangan hanya kecewa, anda sekalian turut berdosa jika dulunya memilih mereka, memberikan mereka amanat yang berat sedangkan mereka tidak kuat menanggungnya, anda sekalian telah menjerumuskan mereka, telah menyebabkan mereka terseret arus menuju sungai yang lebih lebar bahkan sampai ke laut !

Tidak ada pemungutan ulang untuk orang yang tidak masuk DPT ( jangan-jangan nanti malah saya masuk DPO ), padahal jelas punya KTP tidak diberikan hak semestinya Dalam data kartu keluarga sudah jelas terdaftar jumlah anggota keluarga, umur, status pernikahan, tapi kok aneh ada yang dapat surat undangan ada yang tidak.

Kalau ada fatwa yang menyatakan bahwa golput itu haram berarti sama saja KPU menyesatkan umat secara massal agar melakukan perbuatan haram berjamaah. Untung bagi yang konsisten menganggap golput nggak haram. Dari jaman dulu, yang namanya golongan putih itu baik ! Ya…kan ? Tanya saja Wiro Sableng, daripada ikut golongan hitam, pakai ilmu hitam lagi !

Memilih caleg itu hanyalah hak, tapi kalau memilih pemimpin yang kita yakin mampu mengemban amanah, yang bekerja bukan untuk dirinya tapi untuk rakyatnya, untuk bangsanya, untuk kejayaan negaranya, menjaga harga diri Indonesia agar tidak diinjak-injak bangsa lain itu memang WAJIB hukumnya ! Tapi mana ada orang berkualitas seperti itu di sini ? Mana ada orang sekelas Mr. Ahmadineejad di sini ? Fidel Castro ?

Rakyat hanya ingin hidup tenteram, damai, nyaman bersosialisasi bersama dalam wadah negara tanpa tatap curiga, iri, cemburu atas kehidupan orang lain yang tidak terlalu jauh mencolok perbedaannya. Perbedaan atas hak, kewajiban, kekayaan, akses, kesempatan.

Sepertinya, curang juga merupakan salah satu strategi penting yang harus dilakukan agar hasrat berkuasa, menang, hasrat tidak mau kalah terlaksana bahkan walaupun dengan mengkhianati bangsa sendiri. Hasrat untu menang dan tidak mau kalah kalau dalam konteks semangat nasionalisme ingin membentuk kejayaan bangsa di mata dunia sih sangat buagus…ini hasrat, hanya di kandang sendiri.

Selama wakil rakyat masih hanya sekedar profesi atau pekerjaan untuk mencari nafkah, untuk menyambung tali kebutuhan hidup, orang akan melakukan segala hal yang mungkin agar terpilih dan setelah terpilih akan bekerja seminim mungkin sesuai dengan prinsip ekonomi modern katanya. Tidak mau repot yang penting gaji bulanan selalu lancar dan sampingan yang lebih besar dari gajinya juga mengalir deras.

Pokok permasalahan kacaunya persiapan, proses dan hasil pemilu saat ini adalah dengan diberikannya kebebasan kepada calon legislatf yang telah terdaftar dalam suatu partai untuk berjuang sendiri demi kepentingan sendiri. Mereka yang terlalu bernafsu berani mengeluarkan modal berapapaun, berasal dari manapun kalaupun harus menjual tanah keluarga dan kekayaan orang tuanyapun. Para caleg ini berimprovisasi menggunakan jalan pintas memungut suara rakyat dengan memberi janji, memberi insentif kepada pemilih sampai di luar kendali partainya. Dalam satu partai yang sama pun mereka sudah berusaha saling menjatuhkan, mereka melakukan cara yang hampir seragam karena memang kualitas orang-orang yang berkecimpung dalam bisnis suara ini juga seragam cara berpikirnya. Semua tentang uang yang diterima, caleg membeli dan memanipulasi data dari yang diberi wewenang mengelola dan mengolah sampai ada satu keluarga yang salah satu angotanya mutlak tercatat di Kartu Keluarga bisa tidak mendapat surat undangan, nama dan identitas yang ganda, orang yang sudah meninggalpun ada yang diberi hak pilih, sedang orang lain yang sudah punya hak tapi dikhawatirkan akan memilih caleg saingannya sengaja tidak didata dan tidak diberikan haknya untuk mengurangi perkiraan jumlah suara lawan. Pemilihan yang sebelumnya sudah jelas kapasitas orangnya melalui no urutnya, sehingga calon dengan nomor urut di bawahnya dengan sadar dan tanpa harapan yang besar sudah yakin bahwa fungsinya hanya untuk menambah banyaknya suara yang nantinya akan dikonversikan secara umum untuk dukungan si no urut satu. Pada pemilihan sebelumnya telah jelas terpola unsur kerjasama dalam payung partai untuk memuluskan jalan caleg utama. Tapi pada pemilihan kali ini, semua bersaing walaupun harus tidak secara sehat, saling menjatuhkan, saling mengintai untuk menusuk dari belakang dengan landasan kepentingan pribadi, inilah yang membuat proses pemilu kali ini jadi aneh, kocar-kacir, lucu, wagu, elek, dll….

Kunci suksesnya suatu pemilihan umum adalah kesadaran masyarakat untuk menciptakan atau mengkondisikan terpilihnya seorang pemimpin yang memiliki wewenang penuh sehingga rakyat akan senang mempercayakan nasibnya kepada seseorang yang amanah ( setelah sebelumnya yakin bahwa nasibnya telah ditentukan mutlak hanya oleh Allah ), sehingga rakyat akan dengan ikhlas pula diatur caranya hidup dalam suatu lingkungan besar bernama negara yang berlandas hukum internasional dan memiliki kedaulatan yang diakui bangsa lain untuk menjaga kenyamanan berlangsungnya kehidupan bersama.

Bagaimana mau mencetak kejayaan bangsa kalau dari bawah sampai atas melulu hanya rangkaian pekerjaan sumber nafkah diri dan keluarganya yang menimbulkan suatu lingkaran setan. Panwaslu adalah profesi, menteri adalah profesi, prsiden hanyalah sebagai profesi, ustadz hanyalah juga sumber mata pencaharian dan kesemuanya itu miskin akan prinsip bahwa pekerjaannya adalah amanah dalam prosentase yang paling dominan.

Indonesia-sia

Makar aja…yuk !

Tinggalkan komentar